Seputih Pasir Putih
Seputih Pasir Putih
Sabtu, 4 Agustus 2018
By Melani Hidayati
Lokasi : Pantai Pasir Putih, Desa Remen, Kec. Jenu, Kab.
Tuban
Kamis, 2 Agustus 2018, aku bukan traveller, bahkan
setiap malam minggu aku hanya di rumah, hampir selalu, mungkin hanya satu atau
dua kali dalam 19 tahun usiaku, aku pergi keluar rumah, namun aku tidak sedih,
pernah tapi hanya sesaat, aku senang dengan duniaku, streaming di rumah,
baca komik kesukaanku, bahkan terkadang mengerjakan PR, haha.
Kamis lalu, orang tua ku mengajakku pergi ke Tuban, aku
orang Tuban, tapi pergi ke Tuban, iya aku orang pinggiran, pelosok, pojok,
perbatasan, itu istilah kasarnya, butuh 2 jam dengan mobil dari rumahku ke
pusat Kota Tuban, tentunya dalam kondisi tidak macet dan lancar, daerahku
alhamdulillah lancar dan aman dari kata macet, kecuali saat ada acara karnaval,
setiap agustusan.
Aku diajak shopping, “wow, shopping adalah hal paling
menyenangkan bagi cewek, so pasti membahagiakan” tapi kenapa aku sedikit sedih?
Karena aku harus belanja keperluan untuk ngekos nanti, aku lebay ya, tapi ini
sungguh kali pertama aku berangkat jadi anak rantau, aku merasa masih ingin
dipeluk erat di samping Ibu Ayahku, tapi mau nggak mau aku harus mau
terbang meninggalkan sarang, pergi cari ilmu, belajar melihat tajamnya
kehidupan lebih dekat, dan mungkin membangun sarangku sendiri cepat atau lambat
nanti.
Balik lagi ke judul, setelah shopping tanpa rencana
yang tersusun rapih, kami berlima pergi menuju Pantai Pasir Putih, “hore!!”
teriakku dalam hati, sebelum sampai ke tempat tujuan kami hampir salah memasuki
sebuah pabrik, itu gara-gara pemandu wisata kami (my brother) yang begitu
percaya diri mengaku ingat jalan menuju kesana, alhasil kami tanya kepada Pak
Satpam, yakin deh sama peribahasa satu ini “malu bertanya sesat di jalan”,
padahal sebenarnya kita juga bisa memakai Google-maps sih, tapi naluri kami
menolak.
Sesuai dengan namanya pasirnya memang putih, tapi menurutku
pasir itu cukup besar bahkan bisa disebut dengan krikil, kami berjalan, aku
berada di belakang, Ibu Ayah ada di depan, aku bawa HP Ayahku karena kata
mereka aku yang paling jago memotret (atau ini akal-akalan kakakku untuk
menjadikanku tukang foto gratis), alhamdulillah baterai HP aku habis 0%
sehingga aku benar-benar maksimal menikmati pesona alam di sana.
Ada hal unik yang aku lihat waktu itu, bukan unik sih, mungkin karena aku jarang-jarang pergi ke pantai, makanya aku merasa unik. Saat kami berjalan mencapai agak ujung pantai, aku melihat ada orang sendirian di bawah pohon, pikirku "wah kasihan banget, liburan gini di pantai sendirian", setelah beberapa saat seusai aku berlalu (karena emang lagi muter-muter) aku masih mendapati orang itu di tempat yang sama, kala itu yang kulihat hanya punggungnya, namun setelah mata aku nge-zoom in, dia ternyata nggak sendirian, dia lagi duduk pangku-pangkuan ama pasangannya, tau deh itu pacar atau suami istri, ya udah deh, bodo amat kan, langsung aja deh aku lanjutkan trip liburan aku bareng keluarga.
Cuacanya cukup panas karena saat itu sekitar jam dua
siang-an, aku menyusul orang tuaku yang berada di baris terdepan, sembari
menyusuri pantai, aku dan adikku mencari kerang, untung saja aku bawa kantong
plastik dari mobil, sehingga bisa bawa oleh-oleh berupa kerang ajaib ke rumah
(ajaib karena, kerang yang telah tak bernyawa bisa membawa tawa diantara kami).
Aku memakai rok,rok yang berkibar ketika ditiup angin,
walaupun panjangnya semata kaki, aku membiarkannya basah saat aku melewati
jalur berair, biarkan saja, toh nanti angin yang akan membuatnya kering, tanpa
beralas kaki, telapak kakiku seakan dipijit kerikil, kerang, dan bebatuan.
Ada sebuah kebodohan yang aku lakukan saat itu, yaitu
berusaha menangkap ikan di kolam dengan bermodalkan gelas plastik wadah minum,
aku merasa ditipu dengan iming-iming kata “sedikit lagi pasti dapat”, “hampir
kena, bentar lagi ikannya kena”, aku melakukannya
sama adek aku, parahnya adek aku malah pakai tangan kosong,
airnya bening banget sehingga kelihatan tuh si ikan lari-lari, eh
maksudnya renang-renang kabur dari tangkapan kami, meski sudah berkolaborasi
dengan hebat, kakak-adik yang cakep ini masih gagal bahkan sampai saat ini,
padahal kalau diingat-ingat lagi, jaraknya cuma beberapa senti, tapi dalam
kasus lain, saat begitu dekat dan hampir mendapatkannya, dia malah lepas.
Setelah berhasil menyusul Ibu dan Ayah, kami duduk,
berbincang, memandang laut lepas, Kakakku melempar batu menuju lautan, untuk
apa? Apa dia terbayang wajah seseorang, ah bukan, pasti dia sedang meniru-niru
yang ada di televisi mwehehehe.
Bukan ke pantai namanya kalau tidak meminum degan alias
kelapa muda, langsung dari buahnya, dua kelapa muda ukuran jumbo cukup untuk
kami berlima, lucunya aku dan Kakak sering kali berebut perhatian dari Adekku,
seperti anak kecil, liburan sederhana ini menyimpan banyak arti untuk kami.
Pantainya cukup bersih, namun sayang di sekitar sana masih
banyak sampah, aku nggak tahu sistem pembuangan sampahnya bagaimana, aku
masih melihat sampah berserakan didekat warung-warung berjejeran. Namun
pemandangan lautan dan pantai cukup membuatmu lupa akan sampah-sampah hasil
kerja manusia tak bertanggung jawab. Untukmu teman-teman, setidaknya diri kita
sendiri harus memulai untuk jangan buang sampah sembarangan, paling tidak, kita
membantu menjaga kebersihan tanah kita sendiri.
Komentar
Posting Komentar