Tentang Aku dan Kamu
Tentang Aku
dan Kamu
26 Oktober 2018. Hai, Kota
Hujan, Kota Ilmu, kota buat aku memulai kisah baru sebagai anak rantau. Sebagai
anak rumahan, merantau sejauh ini Bogor-Tuban bukanlah hal mudah, H-2 sebelum
keberangkatan aku selalu menunda-nunda saat-saat mengemas koper, menikmati
indahnya liburan kegabutan di kampung halaman, scroll instagram,
ngejahilin adek, sebuah siklus hidup “nyaman” yang rasanya tak ingin aku
hentikan, hei... apa iya mau begini terus? Harus berubah dong! Iya dong,
aku kan udah ada tiket SNMPTN, udah daftar ulang, udah bayar
UKT, tinggal kuliah.
Tapi...
berat, BERAT BANGET, kata Dilan yang berat itu rindu, bukan tapi koper, eh
bukan, maksudnya menerima kenyataan bahwa kau harus merantau meninggalkan semua
kenyamanan, pisah dari orang tua, harus tinggal di asrama bersama orang-orang
yang benar-benar baru. Apa yang terjadi? Nangis? Jelas! Tersedu-sedu kala melipat
baju ke dalam koper, berat, ingin kutunda besok lagi, tapi tak mungkin, belajar
itu wajib, berlebihan? Lebai? Cengeng? Haha emang, aku bener-bener
nyesel, se-nyesel-nyeselnya, waktu naik bis 9 Agustus 2018, udah buat
rencana buat nyari duit buat pindah universitas ke Jawa Timur aja,
nggak peduli mau itu kampus favorit atau kampus apa aja, yang
penting deket rumah, udah ngumpulin niat buat SBMPTN tahun depan,
sekalian ngumpulin uang juga buat refunds uang orang tua buat modal
kuliah di sini.
Eh, tau-tau,
ini udah 26 Oktober 2018 aja, hmmm... udah berapa lama
ya, sejak terakhir aku memeluk dan melihat senyum Ibu, Bapak, Adek, Kakak,
secara langsung, face to face, diomelin karena masih sering bandel dan
macem-macem, haha rindu, homesick, ITU JELAS, tapi, perlahan tempat ini,
IPB, Gedung CCR, Asrama, Teaching Lab, Masjid Alhur, Perumdos, Bara, Cibanteng,
Bateng, Dramaga, Bogor. Aku yang awalnya buta arah, paling linglung soal maps,
mengingat denah, dan tempat, jadi merasa udah biasa di sini, atau
malah, udah merasa nyaman di sini. Kenapa? Bukan karena cinta-cintaan,
bukan, sama sekali bukan, judul di atas hanya headline biar menarik
pembaca, padahal nggak ada pengaruhnya wkwkwk.
Sebuah kenikmatan
tersendiri mendapat teman kamar yang selalu mengingatkan salat, bukan hanya
sekadar salat, mereka sering kali mengingatkan untuk jangan menunda salat, ngingetin
belajar, ngingetin makan, aku yang terbiasa di rumah bangun
kesiangan, jadi terbawa arus, lingkungannya berasa di pesantren. Belum lagi
pengalaman menjadi kaum minoritas, sedepartemen ilmu komputer di sini, cewek
itu minoritas, pengalaman jadi cewek sendirian dalam satu kelompok, pengalaman
ditolak masuk organisasi sementara dua teman yang berangkatnya barengan itu
diterima, bahkan naik angkot merupakan hal baru buatku, di rumah biasa naik
kendaraan pribadi, jarang angkutan umum, jarang keluar rumah juga.
Jadi ada
apa dengan judul? Ini bukan tentang dia kok, dia yang seperti tokoh utama dalam
karya fiksi yang kubaca, haha bukan, tapi ini soal kata ganti, orang sini pakai
“lu-gua” sedangkan aku yang polos dari desa ini, tak terbiasa dengan itu, tapi
kalau “aku-kamu” ilfeel sendiri broooh, awalnya berasa biasa aja,
tapi lama-lama di sini “Kok ilfeel ya?” apalagi ditambahkan logat
sunda yang mana tiap kalimat ada imbuhan –mah, -atuh, -teh, berasa sopan
banget. Baru semakin sadar saat nanya ke orang Bogor langsung, “geli” katanya, “aku-kamu”
berasa punya pacar katanya, “Haah?” setelah itu, aku lihat riwayat chat dengan
si X, Y, dan Z, buseeet aku ilfeel, berasa sopan banget, geli
sendiri, kalau sama sesama cewek sih lumrah ya, tapi kalau ke lawan jenis itu, makin
kesini makin merasa kocak ya. Tapi ya mau bagaimana lagi, di rumah diingatkan
sama kakak, “Ojo sampek tekan omah omong lu gua” yang artinya, “Jangan
sampai pulang-pulang dari sana ngomong di rumah pakai lu-gua”. Sementara aku
tuh orangnya gampang kebawa arus, sebenarnya ngomong pakai lu-gua itu lebih
akrab si, kadang keceplosan ngomong lu-gua ke temen, , yaudah
tetap pakai “aku” tapi “kamu” diganti jadi “nama dia”, “Kamu lagi dimana?”, “Lu
lagi dimana?” “Melani lagi dimana?” beda banget, tapi lebih mending dari pada “aku-kamu”
eh tapi tahu dah, kalau lama-lama di sini bakal berubah jadi lu-gua,
penginnya sih mempertahankan budaya dari rumah.
Jangan lupa
bawa payung, jika kau datang ke Bogor, biasakan diri dengan hujan, hujan itu
indah, menyejukkan, datang tiba-tiba dan pergi tiba-tiba juga, tapi jangan
takut, hujan itu lebih sering membawa tawa, hujan kadang membuatmu lupa akan
rasa rindu dengan rumah, tapi jangan terlalu nyaman dengan hujan, karena hujan
bisa berhenti kapan saja.
Dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Barangsiapa yang menempuh suatu perjalanan dalam rangka untuk menuntut ilmu maka Allah akan mudahkan baginya jalan ke surga. Tidaklah berkumpul suatu kaum disalah satu masjid diantara masjid-masjid Allah, mereka membaca Kitabullah serta saling mempelajarinya kecuali akan turun kepada mereka ketenangan dan rahmat serta diliputi oleh para malaikat. Allah menyebut-nyebut mereka dihadapan para malaikat.”
Komentar
Posting Komentar