Emak Anakmu Kurang Dolan
Emak Anakmu Kurang Dolan
Senin, 5 November 2018
By : Melani Hidayati
Ini cerita 31 Oktober 2018 lalu. Beneran, norak banget! Semua serba first time, naik
kereta, ke Jakarta, order Grab. Aku hidup selama 19 tahun ngapain aja?
Di rumah! Beneran nggak pernah kemana-mana, dari sekolah lurus ke rumah, paling
belok juga ke tempat itu-itu aja, buat ngerjain tugas kelompok, nggak
jauh dari area sekolah, udah siklus yang sama, anak nurut yang nggak macam-macam.
Jadinya, hari itu aku liburan mengisi waktu senggang sehabis
UTS, si Anak Kampung ini belagu pengin lihat kota katanya, jadilah terkabul
mimpi itu dengan kebetulan ada Bude aku yang tinggal di sana. Awalnya aku
bingung mau ke sana naik apa, mager, males, takut, iya aku takut
sendirian ke sana, dan jeng-jeng orang tua aku memberi kondisi boleh ke Jakarta
asalkan berangkat-pulang harus ada yang mengantar, maka dijemputlah diriku yang
udah gede 19 tahun ini dari Stasiun Bogor, bude aku jauh-jauh ke Bogor
buat jemput keponakannya yang udah gede ini.
Itu pun, aku enggak berani ke Stasiun Bogor sendirian,
awalnya aku minta dianterin temen eh ternyata si dianya nggak bisa, dan
kebetulan banget, teman aku ada yang mau ke Stasiun Bogor juga, jadilah kami
rombongan naik angkot menuju ke Stasiun Bogor, dan tahu reaksi temen-temen aku
waktu aku minta barengan ke stasiun? Mereka kaget, Loh? Kok kaget? Ya jadi
mereka ngebayangin aku naik kereta sendirian, pasti bakal nyasar.
"Ditemukan mahasiswi IPB terlantar di kereta karena tersesat" canda
mereka, dan reflek aku menambahkan "Jarkoman kehilangan, nama : Melani,
pakaian terakhir baju hijau, jilbab toska, tas juga hijau toska, harap hubungin
nomor di bawah ini" dan tak ingin memperparah lelucon aku segera
menambahkan keterangan bahwa aku ditemani dan dijemput oleh Bude, “Baik banget
bude Lu Mel! Kalau Bude Gua mah bodoamat” iya, ya, antara baik atau akunya yang
ndeso kebangetan.
Sayangnya aku bakal skip¸cerita aku di Jakarta, si
Anak Kampung ini, beneran nggak suka sama kondisi kota yang benar-benar sibuk,
macet, selama di sana dia semakin merindukan kondisi desanya yang jauh dari
kondisi hiruk-pikuk kota yang serba sibuk, apalagi cuaca panas ditambah semua
kebisingan ini, you know lah, kota itu bagaimana. Tapi sebenarnya masih
terngiang, kocaknya sopir mikrolet yang memainkan klakson sebagai mainan, dia
terlihat kesal akan macet, juga para pengemudi roda dua yang seenaknya saja
menyalip, entah dia marah atau sedang bermain, klakson dibunyikannya berirama
setengah ketukan 2 kali, sepertiga ketukan tiga kali, lucu pikirku.
Cuma satu hari aku di sana, besoknya aku berkemas buat
pulang, tapi aku mampir main dulu ke Kota Tua Fatahillah. Dan akhirnya tiba
waktu untuk pulang, yess pulang, ke Asrama tapi bukan ke kampung. Kondisi waktu yang sore enggak memungkinkan bude
aku buat nganterin aku balik ke Bogor lagi, nanti mau nginep dimana? Emang ada
kereta dari Bogor ke Jakarta malem-malem? Kasihan sama bude juga, ya udah
aku ngeiyain buat naik kereta sendirian. Eh norak ya.. udah segede ini
masih nggak berani naik kereta sendirian.. ya udah memang begitu
kenyataanya, gapapa ini bukan kali pertama juga, melainkan udah
kali kedua, aku pun ngeiyain buat berani naik kereta
"sendirian" dan aku, enggak berani ketiduran, takut kebablasan.
Noraknya lagi, habis turun dari stasiun, baru kali itu aku order
grab, panik ya.. anak kampung di kota sendirian, malem-malem, hujan
lagi, ditambah lagi, cuma bawa duit kurang dari limapuluh ribu. Itu entah nekat
atau bego. Ya dua-duanya si, salah satu ke-bego-an yang benar-benar bego.
Di saat itu, Ayah nelpon, mau nanyain kabar, soalnya pagi
pas mau telponan Ayah lagi sibuk, janjiannya mau telponan pas malem-malem,
nah tepat saat aku lagi nungguin pengemudi Grab, Ayah aku telpon. Ya.. aku
dalam kondisi panik dong, karena jujur itu first time aku sendirian di
Kota, kayaknya hal yang bisa buat aku takut adalah travel sendirian,
untung ya saat itu aku pakai masker, jadi ekspresi panikku yang mungkin jadi
sasaran empuk penipu atau semacamnya jadi tertutup, dan menutupi rasa malu juga
karena keseringan nanya waktu di jalan. Hehe.
Jadinya aku abaikan tuh panggilan dari Ayah, sembari menikmati
perjalanan sendirian malam-malam for the first time “sendirian” dan
ngafalin jalan di Bogor, yang sekiranya empat tahun kedepan bakal jadi jalan
yang biasa aku lewatin, yakali sekolah di IPB empat tahun cuma mau
siklus dari kos2an-kampus doang, enggak! Nggak mau lagi, mainku kurang jauh!
Kebanyakan baca fiksi, harus banyak-banyak keluar rumah!
Eh taunya, pas turun dari Grab, turun di BNI deket GWW, anak
IPB pasti tahu ini dimana, tapi FYI ini daerah biasa turunnya grab, soalnya
grab enggak dibolehkan masuk area IPB karena IPB ada ojeknya sendiri. Nah
menyambung yang tadi, baru deh, buka HP, mau ngabarin orang tua, sembari
menyusuri jalan di Bara cari makan malem. Missed call bertumpuk
dari Ayah via WA dan Ibu, dan pasti tahu dong kelanjutannya apa? Diomelin!
Diomelin karena berani-berani naik kereta sendirian, dan aku durhakanya, nggak
sepenuhnya ngedengerin omelan mereka, aku jauhkan HP kala Bapak aku
mulai ngomel akan putrinya yang udah gede tapi selalu terlihat kecil di mata
mereka, dan cuma bilang "Nggih Pak", "Nggih", nggih berarti
iya dalam tingkatan yang sangat sopan, aku dalam kondisi capek, dan masih
remaja labil, aku dimomen dimana aku gampang marah dan aku nggak mau mereka tambah
kuatir.
Sesampainya di Asrama, masih ada panggilan dari Ibu yang
siap untuk memberikan wejangannya kepada si anak kampung yang merantau ini. Tapi
dengan alasan yang jujur, aku mengatakan aku belum mandi, belum makan, aku
jujur, dan aku takut akan membuat mereka khawatir, aku belum mampu mengatur
nada bicara dan gaya bahasa yang tepat untuk membuat mereka yakin aku layak
untuk berani sendirian bepergian. Dan karena aku udah selamat satu kali,
dan bukan hal yang berbahaya ataupun negatif, aku rasa, aku akan lebih berani
lagi kedepannya.
Komentar
Posting Komentar